"Hai bro, kenalin ini Dea cewe yang baru aku pake," begitulah cara Viko menyambutku saat bertemu di sebuah diskotik kawasan Kemang ini.
"Gila lu, sampe sekarang belum tobat juga hahaha," kataku sambil memandangi gadis itu.
Namaku Aldi. Terputar memori 10 tahun silam ketika aku dan keluargaku masih tinggal di Bandung. Tanda lahir di leher yang dimiliki Dea sama dengan yang dimiliki Nina, sahabat kecilku. Tapi Nina adalah gadis yang polos dan lugu, dan bukan Dea. Hingga suatu saat, aku harus mengikuti ayah untuk pindah ke Jakarta, kota gemerlap ini. Pernah suatu ketika aku kembali ke Bandung, namun Nina sudah tidak ada di rumahnya yang dulu. Hingga kini. Aku tidak pernah bertemu dengannya...
Jam sudah menunjukkan pukul 22.00 dan aku masih berada di tempat penuh maksiat itu. Ya sekedar untuk menghibur diri. Tiba-tiba aku melihat sebuah kartu, sepertinya KTP atas nama Diandra Karenina. Ya itu Dea, gadis yang tadi dipakai Viko.
"Aku harus mengembalikan ini pada Dea, aku harus menuju alamat ini." gumamku sambil membaca Jalan Cempaka 114.
Jaguarku melaju kencang ke alamat itu. Nah ini dia. Aku melangkahkan kakiku memasuki gerbang, namun.....
"Ma, mama yang bikin Dea jadi kayakgini. Frustasi sama hidup. semenjak kita pindah dari Bandung.. Mama berubah!," terdengar teriakan Dea
"Tau apa kamu tentang hidup Mama hah! Dan satu lagi, jangan pernah membantah mama!"
"Pantes aja Papa ninggalin kita. Siapa sih yang tahan hidup bareng sama orang yang suka main serong. Dea pun gak mau mah,"
Lebih baik aku pulang dan memberikan kartu ini besok di kampus. Yah baru ku ketahui bahwa ternyata kami satu kampus.
"PRAANGG" langkah kakiku menabrak pot bunga.
Aku segera lari dan membawa jaguarku keluar dari area itu. Walaupun aku sempat mendengar suara Dea.
"Siapa diluar?"
***
Keesokan paginya di kampus, aku langsung menuju Fakultas Sastra. Mungkin aku bisa menemukan Dea disitu.
"Hai Di, cari siapa kamu?," Vania mengagetkanku.
"Ah kebetulan banget Van, tau Dea gak?"
"Diandra maksutnya? Ya jelas aku tau lah, bahkan seluruh anak Fakultas ini tau. Dia itu bagai ayam di kampus ini tau nggak. Haha liat aja gayanya, udah gak bener,"
Mataku terbelalak setelah mendengar perkataan Vania, terlebih ketika aku tau bahwa Dea berdiri persis di belakang Vania.
"Kamu ga pernah tau apapun tentang aku Van!," kata Dea sambil menampakan wajah geramnya.
***
Aku menunggu Dea di depan toilet. Terlihat Dea keluar membawa alat pengecek kehamilan. Mungkin mengecek akibat dari perbuatannya semalam bersama banyak lelaki. Dia tersenyum dan membuang alat yang menghasilkan tanda negatif. Artinya, Dea tidak mengandung benih dari Viko atau siapapun yang memakainya.
"Kenapa sih kamu nyariin aku? Mau pesen aku buat nanti malem? Semua cowo emang gitu. Tapi, udah penuh nih nanti malem hahaha," katanya sinis.
"Selama aku hidup di Jakarta, dan setenar apapun aku, aku belum pernah tergoda dan masih kuat sama yang namanya godaan seks. Salah besar kamu tanya kayakgitu ke aku," jawabku terlihat kecewa.
Langsung kuserahkan KTP milik Dea. Belum sempat mengucapkan terimakasih, aku segera pergi karena aku kecewa dengan tuduhannya itu. Sebelum aku pergi...
"Aku tau seberapa beban kamu, aku tau apa masalah kamu sama orangtua kamu. Tapi jangan sekali-kali jadiin itu sebagai bahan pembalasan dendammu ke hidup kamu," kataku.
***
Malam ini, aku kembali ke diskotik bersama teman-temanku. Menari dan sekedar minum selalu kami lakukan. Namun, ada yang tidak akan pernah kulakukan. Narkoba dan seks! Dan keyakinanku bahwa Dea adalah Nina semakin kuat, ketika aku mengetahui namanya yaitu Diandra Karenina.
Aku membalik badanku. Merasa ada yang menepuk pundakku.
"Aku minta maaf soal tadi ya. Aku ga bermaksut gitu," kata Dea.
"Gapa...
Belum selesai aku melanjutkan kata-kataku, Dea jatuh pingsan dalam dekapanku. Aku segera membawanya ke klinik terdekat. Hingga 2 jam, dia belum sadarkan diri. Dokter memberitau padaku bahwa Dea menderita penyumbatan di paru-parunya. Mungkin terlalu banyak minum dan merokok.
Aku terbangun saat mendengar suara..
"Kamu masih disini Al? Pulang sanah, udah malem," kata Dea.
"Ga mungkin aku bisa ninggalin kamu sendirian disini. Aku yang bawa kamu ke rumah sakit, artinya aku yang tanggung jawab atas kamu sekarang,"
"Aku cape sama hidup ini. Terlalu egois buat aku jalanin semua ini. Bahkan aku seneng banget waktu tau tentang penyakit aku. Makasih ya, baru beberapa hari kamu kenal aku.. Tapi kamu udah baik banget, dan kamu tulus gak seperti yang lain," kata Dea.
"Mungkin kamu lupa kalau kita udah lama saling kenal. Meskipun kamu bukan lagi Nina yang lugu kaya dulu. Aku Aldi temen kecil kamu," kataku.
Dia hanya ternganga dan beberapa detik kemudian langsung memelukku.
"Kamu tau, semenjak kamu pergi. Hidupku hancur. Papa dan Mama berseteru hebat dan aku gak tau kemana aku harus cerita. Mereka cerai dan aku ikut Mama kesini. Aku sempat menaruh kalung tanda persahabatan kita di jendela bekas rumah kamu. Tapi beberapa bulan dan aku kembali, kalung itu masih ada. Tandanya kamu gak akan kembali lagi. Hancur banget hatiku Di.. Arus baru di kota ini bikin aku jadi yang sekarang. Bukan Nina yang kamu mau," katanya sambil terisak.
"Kamu tetap Nina. Aku yakin, dalam hati kamu, kamu menyesal telah menjadi seperti ini. Aku ralat perkataanku tadi, aku akan bertanggung jawab buat kamu bukan hanya untuk hari ini. Tapi untuk seterusnya. Aku sayang banget sama kamu," kataku.
"Kamu tau kondisi aku kan? Aku bukan perawan, dan aku bekas orang banyak. Ga pantes buat kamu yang sempurna..," katra Dea sambil memelukku lebih erat.
***
"Hai De," kataku menyapa Dea dan duduk disampingnya.
"Eh hai," katanya murung.
"Kamu kenapa sih De, murung banget. Ga niat ketemuan sama aku?,"
"Bukan. Aku cuma sedih aja.. Sebulan lagi, kamu dan aku ga bakal bisa duduk bareng lagi.. Kamu di Jerman dan aku disini.. Apa kamu percaya sama aku?,"
"Aku cuma setahun disana De. Demi masa depan.. Kalo aku sukses kan kita bisa jadi keluarga yang makmur hahaha. Emm masalah kepercayaan, aku serahin semua ke kamu. Kalo kamu bisa jaga hati aku, aku yakin kamu tau apa yang boleh dan ngga boleh kamu lakuin.. Tanggal 23 masih lama kok tenang aja," kataku menenangkan.
"Tanggal 23? Berarti kamu gak akan bisa nemenin aku operasi?," katanya terlihat sedih.
Aku menenangkannya dan meletakkan kepalanya di pundakku. Aku mendapat beasiswa untuk belajar di Jerman selama satu tahun. Dan, perasaan bersalahku muncul saat mengetahui kesamaan tanggal operasinya dengan tanggal keberangkatanku.
***
Sehari sebelum keberangkatanku.. Aku menemani Dea di rumah sakit. Besok, dia akan menjalani operasi.
"Besok, jaga diri kamu baik-baik ya.. Kalo operasi aku lancar, aku akan tetep nunggu kamu. Aku akan tepatin janji kamu.. Tapi kalo takdir berkehendak lain.. Aku cuma pengin kamu tau, kalo aku benar-benar sayang sama kamu. Sayang yang tulus, bukan sayang hanya sebatas nafsu. Kamu bisa rubah hidup aku Di," katanya.
Aku menghapus air mata yang menetes di pipi Dea. Dan mengecup kening Dea.
"Aku yakin kamu kuat. Aku yakin kamu bisa jaga kepercayaan aku.. Aku berharap ketika aku kembali, kamu udah berubah.. Berubah untuk lebih baik. Berubah sifat dari Dea menjadi Nina yang aku sayang.. Aku yakin kamu akan nyaman," kataku.
***
Hari ini, tepat keberangkatanku. Aku tidak sempat melihat Dea sebelum di operasi. Namun, aku sempat mengirimkan "Voice Note" untuknya.
"Hai sayang. Mungkin ketika kamu bangun nanti, kamu gak akan liat aku selama 12 bulan. Gak akan ada lagi tangan genggam kamu ketika sakit. Duduk berdua di taman kampus, bahu yang siap siaga untuk curahan air mata kamu, mungkin gak akan kamu jumpai untuk beberapa bulan mendatang. Tapi aku yakin, kamu akan jaga kepercayaan aku. Inget pesan panjangku kemaren.. Dan jaga diri kamu baik-baik ya sayang,"
Aku menyayangimu Diandra Karenina. Dea dan Nina dalam wujud sama, namun kepribadian berbeda. Aku menyayangimu tulus. Sampai kapanpun akan begitu...
***
Satu tahun kemudian...
Kulihat seorang wanita memakai celana jeans dan baju lengan panjang dengan rambut terurai. Ya, dia gadisku. Diandra Karenina.
Berlarian kecil dan memelukku.
"Aku kangen banget sama kamu Di," katanya
"Aku juga De.. Gimana sama hidup kamu?,"
"Makasih ya, hidup aku luar biasa sekarang. Nilai aku membaik. Pertemanan aku pun makin asik. Hidupku udah tertata lagi.. Tapi ada satu hal yang gabisa aku ubah dari hidup aku,"
"Apa De?," tanyaku penasaran.
"Perasaan sayangku ke kamu yang nggak akan pernah berubah,"...
Aku senang telah mengembalikan kebahagiaan lagi di wajah dan hati Dea. Dan sama seperti Dea, perasaan sayangku padanya tidak akan pernah berubah.
Komentar
Posting Komentar